permanayoga

Ada Pasar Di Semeru

Posted on: January 15, 2009

Sepulang dari berenang Sabtu pagi beberapa minggu lalu saya dan teman-teman sebut saja Si Ubie, Si Popok dan Si Adniw mampir disebuah warung makan di depan salah satu kampus swasta di Malang. Yah…cukup kenyang setelah menikmati ikan kakap goreng tanpa tulang…nyam…nyam…nyam. Setelah itu akan melanjutkan rute ke kampus tercinta, tapi pas keluar dari warung…seketika…breesss…hujan lebat mengguyur sejuknya udara pagi. Berharap ada berkah dengan turunnya hujan…hiks…tapi ga bisa pulang karena tidak ada jas hujan di motor teman kosku (Si Eibor) yang saya pinjam (alias ta bawa kabur…hihi). Akhirnya Si Popok dan Si Adniw pulang duluan, tinggal saya berdua sama Si Ubie…hiks…kapok.

Tiba-tiba kami di ajak ngobrol dengan seorang bapak sebut saja namanya Pak Nganad (PN), kayaknya sih yang punya warung.

PN : Masih deres mas…rumahnya dimana?

Saya : Di Jl. Semanggi daerah Soekarno-Hatta pak, klo tmn saya ini Si Ubie di MT. Haryono, kami nge-kos koq pak. (bangganya jadi anak kos…hehe)

PN : Oh…ya…ya, klo saya di Borobudur mas, sebelum photo pantai itu ada jalan belok kiri.

Saya : Mmm…disitu…(tapi dengan tampang sok tau…hehe)

PN : Wah hujan deres gini mas…padahal ada pembagian jatah di Semeru sore nanti, ga tau gmn nanti klo hujan gini.

Saya : Loh…oh gt (sejenak mikir keindahan gunung Semeru), oh di semeru lagi ada acara apa ya pak?

PN : Itu loh mas…pasar minggu khan pindah di Semeru (Jl. Semeru).

Saya : Oh iyo seh (dalam hati), oh nanti sore ya pak pembagian jatah stan-stannya, bukannya tadi pagi sudah ada (hari sabtu)

PN : Skrg ga mas cuma Minggu aja…tapi ga tau lg klo hujan smpe sore, tapi ruwet mas sekarang.

Saya : Loh knapa pak? (sok perhatian)

PN : Gini loh mas, dulu memang namanya pasar tugu (pasar Sabu-Minggu) tapi sekarang cuma hari Minggu saja, soalnya 60% dari para pedagang yang ada adalah PNS (Pegawai Negeri Sipil). Jadi kalau hari Sabtu tidak semua PNS libur akibatnya pasar pada hari Sabtu lebih sedikit yang jualan, bisa jd tambah sepi.

Saya : Oh…(Weww…60% PNS). Mmm…begitu ya Pak…(baru tahu…), loh memang dari dulu begitu atau bagaimana Pak?

PN : Begini mas…para pedagang di Pasar Minggu tuh ada paguyupannya.

Saya : Oh…wah enak donk Pak, jadi sudah terkoordinir dengan tertip.

PN : Kata siapa mas…!?!?

Saya : Loh kenapa Pak?

PN : Mas… Pasar Minggu itu diadakan karena termasuk dalam program kerja Dinas Pariwisata Malang, tapi disis lain Pemkot Malang yang berhak mengelola lokasi yang dapat digunakan sebagai tempat Pasar Minggu. Nah…sekarang coba sampeyan (anda) pikir kira-kira apa alasannya kok tiba-tiba sekarang lokasinya dipindah dari Rampal ke Jl. Semeru lagi?

Saya : Memang kenapa Pak? (kepanasan mungkin Pak di Rampal…dalam hati saya)

PN : Nah itu karena Pemkot tidak dapat pemasukan apa-apa kalau Pasar Minggu diadakan di Rampal, sebab Komplek Rampal itu dikelola sendiri oleh kawasan Militer, jadi paguyupan ya bayar sewanya ke pengelola bukan ke Pemkot. Nah makannya sekarang di pindah lagi ke Jl. Semeru, ya…biar dapat pemasukan mas.

Saya : Loh padahal dulu khan sebelum di Rampal juga diadakan di Jl. Semeru?

PN : Nah itu masalahnya gini mas, pada waktu itu warga Jl. Semeru dan sekitarnya komplain (protes) kepada Pemkot karena kegiatan Pasar Minggu yang dulu tidak tertib untuk masalah menjaga kebersihan, menjaga taman rumah warga dan keamanan. Nah setelah itu Pemkot sempat memutuskan pindah ke Simpang Balapan (Jl. Ijen), tapi kenyataannya sama. Pemkot menerima komplain dari warga (Jl. Ijen) yang notabene pemukiman para pejabat Malang.

Saya : (hanya terdiam begitu juga dengan Si Ubie…layaknya mendengarkan Pak Nganad sedang berorasi)

PN : Nah kalau sudah seperti itu ya biasa mas…Pemkot ga bisa apa-apa, makannya kemudian Pasar Minggu dipindah ke Rampal, mungkin pertimbangannya biar lebih tertib. Eh…ternyata malah Pemkot ga dapat pemasukan, ya akhirnya dipindah lagi dech…

Saya : Loh khan sudah ada paguyupan dan dukungan dari Dinas Pariwisata? Kok para pedagang masih saja kurang tertib?

PN : Begini mas, yang terkait dalam kegiatan Pasar Minggu itu bukan hanya pedagang dalam paguyuban, tetapi masih ada pedagang laen yang belum masuk dalam paguyuban (misalnya pedagang kaki lima), Dinas Pariwisata dan pengunjung (pembeli/konsumen). Nah tiga pihak ini sangat sulit sekali berkordinasi dengan paguyuban, misal para PKL yang tidak menyediakan tempat sampah atau kerdus kosong untuk pembuangan sampah dagangannya dan kurang menjaga kerapian taman warga, dan Dinas Pariwisata yang tidak mau tau mengenai pengelolaan kegiatan Pasar Minggu (yang penting Pasar Minggu ada sebagai daya tarik kota Malang), kemudian para pembeli yang kurang sadar akan kebersihan dan kerapian taman warga juga. Nah dari tiga kasus itu yang terkena dampaknya ya paguyupan sendiri mas. Upaya yang dilakukan paguyuban antara lain: untuk kebersihan, menghimbau kepada semua pedagang dalam paguyuban atau tidak agar menyediakan tempat sampat atau minimal kardus kosong pada setiap stan dagangannya. Untuk menjaga taman, menghimbau kepada setiap pedagang untuk tidak berjualan sampai taman warga.

Saya : (masih tetap terdiam begitu juga Si Ubie)

PN : Padahal paguyuban sudah menghimbau seperti itu masih ada saja masalah lainnya, yaitu para pemulung mas.

Saya : Kenapa para pemulung Pak?

PN : Itu loh mas, jd setelah para pedagang bersih-bersih setelah berdagang khan sampah sudah terkumpul pada bak sampah atau kerdus pada stan masing-masing, tapi setelah beberapa saat sebelum sampah diambil petugas kebersihan, para pemulung mulai beraksi yaitu mengambil kardus tempat sampahnya. Jadi ya sampahnya ditumplek terus kardusnya diambil, lah…kalau sudah begitu khan sampahnya jd tercecer lagi dan yang disalahkan ya lagi-lagi paguyuban mas…ckckck. Nah dengan kondisi seperti itu Pemkot dan Dinas Pariwisata tidak mau tau mas, Pemkot taunya paguyupan harus tanggung jawab dan tetap membayar pajak dan sementara Dinas Pariwisata tidak bisa berbuat apa-apa kalau sudah berurusan dengan Pemkot, padahal Dinas Pariwisata seharusnya yang menaungi kegiatan Pasar Minggu dan Paguyuban. Belum lagi kalau ditambah masalah pengunjung yang membuang sampah sembarangan, wah…wah…sebenarnya paguyuban sendiri juga sangat menyayangkan sikap pengunjung seperti itu, bukan kerena paguyuban yang membayar dendanya tetapi dengan mempertimbangkan nasib keberadaan Pasar Minggu kedepan, kalau begini terus ya paguyupan juga tidak kuat dan bisa-bisa pedagang dalam paguyuban bisa lepas satu persatu alias bangkrut. Terus Pasar Minggu bisa-bisa ya punah mas.

Saya : Wah seperti itu toh masalahnya Pak…ya menurut saya sikap Pemkot dan Dinas Pariwisata sangat tidak adil terutama dampak bagi paguyuban. Terlebih-lebih Dinas Pariwisata sebagai yang menaungi kegiatan Pasar Minggu sebagai salah satu ikon wisata kota Malang harus dapat berkoordinasi dengan Pemkot. Dan memang kita sebagai pengunjung harus senantiasa turut menjaga kebersihan dan kerapian kota. Sebagai solusi bagaimana jika paguyuban kembali berkoordinasi dengan pihak Dinas Pariwisata dan Pemkot untuk membicarakan masalah ini, jika pemerintah kota Malang tidak mau di cap hanya meminta pemasukan pajak dan uang parkir yang melimpah (yang sempat juga dijelaskan oleh Pak Nganad). Nah bagian besar dari paguyuban merupakan PNS, jadi seharusnya tidak sedikit para pedagang yang mengerti prosedur untuk berkoordinasi dengan Pemerintah kota Malang sekaligus mencari celah agar masalah ini dapat ditemukan solusinya.

PN : Ya…ya…mas…kita semua juga berharap seperti itu, tapi mengingat kolotnya sikap Dinas Pariwisata dan Pemkot menjadikan kami pesimis untuk membahas masalah itu.

Saya : Mudah-mudahan dengan solidnya paguyuban dalam menyampaikan pendapat atau aspirasi, saya yakin Pemerintah yang kolot bakal mau mendengar.(sok meyakinkan Pak Nganad…padahal masih sangat jengkel mendengar informasi sikap Pemerintah yang kolot). Saya sendiri dan teman-teman juga harus turut menjaga kelestarian Pasar Minggu, terutama masalah kebersihan, ketertiban dan kerapian taman kota (wah jadi beban kayaknya…hihi).

Baiklah Pak saya pamit pulang dulu, hujan sudah reda.

PN : Oh monggo (silahkan) mas.

Akhirnya Saya dan Si Ubie pulang menuju kos masing-masing dan batal ke kampus karena dijalan tiba-tiba hujan kembali lebat dan kami basah kuyub. Sambil terlintas pikiran dibenak saya, ”wah hujan bakal lama nich….trus pembagian stan Pasar Minggu gimana yach…?” (Hehe…sok perhatian)

7 Responses to "Ada Pasar Di Semeru"

ide pasar minggu sebenarnya cukup bagus cuma ada beberapa hal yang pemkot mungkin masih kurang maksimal. sebagai sebuah landmark kota seharusnya penataan pasar tugu di set lebih matang tidak di gusur kesana dan kemari karena lokasi di semeru sudah merupakan lokasi yang ke 4. pertama di stadion luar sebelum ada mog, trus di ijen, rampal trus ke semeru. kesan land marknya ahirnya tidak dapat.

trus content pasar tugu juga tidak jelas semua bisa jualan apa aja sehingga mirip bazaar yang sudah banyak ada di malang. lebih bagus jika ada tema yang memang mengingatkan malang sebagai kota yang cantik.

wawancara’ne mbok rekam ta Yog? koq apal sak detil2e ngono?
hehe..

atw memang

wawancara’ne mbok rekam ta Yog? koq apal sak detil2e ngono?
hehe..

atw jgn2 daya ingatmu diluar batas,hehe..

eniwei, jd ngrti kl pemkot (masih) mata duitan

yayo neng psr minggu….

@mazveri : ga koq ver…sbenernya msh banyak yg blm terkutip…tp rangkuman infonya sperti itu…lah wong pembicaraan kurang lebih 3 jam koq…hiks

pemkot mata duitan?
lawas pak..
menjadi walikota/anggota DPRD adalah bagaimana mendapatkan kembali dana yang sudah dikeluarkan untuk kampanye bos, kalo bisa untung besar, gawe sangu di hari tua..

ckckck..
aku mbesok taktolak pak lek dicalonno dadi walikota/DPRD..
hehe..

@batiar: loh lapo mbah ditolak…emane rek…sulit menghilangkan kebiasaan buruk ta? hahaha…koyok aq ae…

Leave a comment

Calendar

January 2009
M T W T F S S
 1234
567891011
12131415161718
19202122232425
262728293031  

Banner

Chat YM!

opi.jpg Chat Dengan Saya

Archives

Blog Stats

  • 9,122 hits

Visitors

IP